Di
Jawa Barat, terdapat beberapa pemukiman tradisional, salah satunya adalah
Kampung Naga yang terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya. Kampung naga adalah salah satu kampung yang masih bertahan dengan
memegang teguh warisan budaya tradisional Sunda, dimana diantaranya adalah
budaya untuk menghargai alam sebagai bagian integral kehidupan kampung.
Gambaran
tersebut masih dilengkapi dengan kesetiaan masyarakat kampung naga terhadap
wilayah fisik tempat tinggalnya sehingga secara ekologis, kampung naga memiliki
empat ciri ekologis yang hingga saat ini masih dipertahankan, salah satunya
adalah kawasan yang dijadikan permukimannya.
Kampung
naga, mulai dari bentuk bangunan, bahan-bahan yang digunakan dan pembagian
kawasan wilayahnya. Bahkan arsitektur bangunan yang mereka tempati merupakan
bangunan rumah yang masih tetap mencerminkan arsitektur tradisional Sunda yang
penuh dengan kandungan nilai-nilai filosofis.
Adapun analisis mengenai rumah hunian di Kampung Naga adalah sebagai berikut.
Rumah – rumah di Kampung Naga adalah cerminan rumah tradisional yang berasaskan lingkungan dan adat budaya. Dikatakan tradisional karena bentuk rumahnya adalah rumah panggung yang sangat mencerminkan arsitektur daerah Jawa Barat.
Rumah-rumah di Kampung Naga adalah cerminan bangunan yang berasaskan lingkungan, hal ini dapat dilihat dari material yang digunakan pada setiap bagiannya adalah material yang berasal dari alam seperti kayu, bambu, batu, dll. Hampir seluruh bahan bangunannya terbuat dari bahan lokal yang mudah didapat di daerah setempat, kecuali untuk beberapa bagian tertentu seperti kaca dan paku. Sesuai dengan pikukuh leluhurnya, mereka tabu membangun rumah tembok dengan atap genting walaupun secara ekonomi memungkinkan.
Selain itu, rumah-rumah di Kampung Naga sangat berasaskan adat istiadat yang terdiri dari beberapa aturan yang jelas sesuai adat dan budaya masyarakat setempat. Proses pembuatan rumah dikerjakan secara gotong royong, sehingga pengerjaannya tidak memerlukan waktu yang lama, yang memakan waktu cukup lama hanyalah mengumpulkan bahan-bahan materialnya yang berasal dari alam, misalnya kayu, batu, bambu, daun tepus, dll. Kemudian bentuk dan warna dari semua rumah yang ada di Kampung Naga adalah seragam, sama antara yang satu dan lainnya, perbedaannya hanya pada luasnya saja yang disesuaikan dengan lahan yang tersedia, akan tetapi atap, fasad, tampak samping, belakang dan bagian-bagiannya adalah seragam antara rumah satu dan lainnya. Hal tersebut sudah digariskan dari nenek moyang warga Kampung Naga sejak 600 tahun yang lalu dengan tujuan arif yakni menghindari terjadinya kesenjangan sosial antar warga Kampung Naga.
Filosofi
Rumah – rumah yang ada di Kampung Naga menggunakan dasar tubuh manusia sebagai teori utamanya, yakni terdapat tiga bagian penting pada tubuh manusia agar manusia seimbang dan ideal, meliputi kepala, tubuh dan kaki. Dalam hal ini, atap diibaratkan kepala, ruangan-ruangan diibaratkan badan, dan pondasi tatapakan diibaratkan kaki. Seperti halnya manusia yang dapat berdiri tegak, maka dengan dasar teori tubuh manusiapun menurut anggapan warga Kampung Naga rumah dapat berdiri tegak.
Bagian atap (kepala)
Atap rumah di kampung naga menggunakan material ijuk dan daun tepus/daun ilalang dengan struktur utama bambu. Atapnya berbentuk memanjang sehingga disebut suhunan panjang, atau disebut juga julang ngapak. Atap bangunan rumah-rumah tersebut walaupun memiliki ketinggian yang berbeda, ujungnya tidak boleh menutupi atap bangunan rumah disebelahnya.
Ujung atap bagian atasnya dipasangi gelang-gelang yang tiangnya terbuat dari sepasang bamboo setinggi kurang lebih setengah meter dari puncak atap sehingga bentuknya menyerupai tanduk atau huruf V. bambu gelang-gelang itu kemudian dililit ijuk. Karena bentuknya, sebagian orang menamakannya cagak gunting atau capit hurang.
Selain berfungsi sebagai penguat struktur dengan bambu yang tidak dipotong dan dibiarkan melebihi batas atap, gelang-gelang juga merupakan symbol ikatan kesatuan dalam kepercayaan masyarakat terhadap alam semesta dengan segenap isinya dimana matahari bergerak dari Timur ke Barat.
Selain itu, terdapat tritisan rumah yang
memanjang sehingga memberikan efek serupa kanopi pada daerah sirkulasi. Efek
ini menyebabkan angin mengalir ke dalam ruangan serambi dan mendorong udara
dalam rumah bergerak ke bagian belakang rumah. Sehingga sirkulasi udara
optimal.
Bagian Ruangan (badan)
Rumah warga Kampung Naga pada umumnya terdiri dari ruang tamu, ruang tidur, dapur dan lumpung serta teras. Stuktur utamanya adalah menggunakan kayu dan bambu. Dindingnya menggunakan bilik yang dianyam yang disebut dengan anyam sasag dan kayu. Lantainya menggunakan kayu, dan bambu khusus di ruang dapur. Plafonnya menggunakan bilik. Tinggi lantai sampai dengan plafon adalah pada umumnya 2 meter – 3 meter. Pada fasade rumah terdapat dua pintu yang saling bersebelahan, yakni pintu menuju ruang tengah dan pintu menuju dapur, sedangkan jendela terdapat beberapa pada fasad dan bagian samping rumah. Di depan rumah terdapat teras yang berfungsi sebagai tempat bersantai dan berkumpul.
Bagian Pondasi (Kaki)
Pondasi yang digunakan pada rumah di Kampung Naga adalah pondasi tatapakan, yang pada umumnya terbuat dari batu, ada beberapa juga yang menggunakan kayu. Terdapat rongga pada pondasi tatapakan yang disebut dengan kolong, yakni jarak antara tanah dan bagian bawah lantai yang ditopang oleh pondasi, disebut kolong, berfungsi sebagai tempat penyimpanan kayu bakar dan peralatan tani, juga digunakan untuk kandang hewan peliharaan. Pondasi tatapakan yang terbuat dari batu atau kayu ini merupakan dasar rumah, yang menjadikan rumah dapat berdiri tegak, tatapakan batu dan kayu menjadi penopang rumah yang sangat kuat.
Orientasi Rumah
Orientasi rumah-rumah yang ada di Kampung Naga adalah menghadap utara atau selatan, hal ini bertujuan untuk memperlancar sirkulasi cahaya dan udara yang masuk ke dalam rumah. Selain itu, rumah di Kampung Naga dapat diubah orientasinya dengan cara digeser atau dipindah dengan bergotong royong ke arah yang diinginkan untuk mengganti suasana.
Sirkulasi Udara dan Cahaya
Pola sirkulasi rumah di Kampung Naga adalah sirkulasi alami memanfaatkan alam. Prosesnya adalah pada siang hari cahaya dan udara masuk lewat jendela yang terdapat pada tampak depan dan samping bangunan. Berkaitan dengan aturan orientasi rumah yang harus menghadap utara dan selatan, menjadikan cahaya matahari dapat menerangi rumah di siang hari. Selain daripada jendela, rongga anyaman bilik pun merupakan sarana cahaya dapat masuk menuju ruangan, adapun untuk ruangan yang tidak terkena sinar yang masuk lewat jendela, maka diatas atapnya dipasang kaca agar cahaya matahari masuk ke ruang tersebut. Sedangkan udara masuk melalui jendela, celah lantai yang terbuat dari kayu dan bambu, serta masuk melalui celah dinding yang terbuat dari anyaman bilik atau kayu. Sedangkan pada malam hari pencahayaan ruangan hanya menggunakan lampu minyak dan udara hanya masuk lewat celah-celah dinding dan lantai.
Pola dan Tata Ruang
Di Kampung Naga memiliki aturan tata ruang yang sangat jelas, yakni dibagi menjadi dua bagian, area publik yang ditempatkan pada bagian depan dan area privat yang ditempatkan dibagian belakang rumah. Area publik meliputi tepas, tengah imah dan dapur, sedangkan area privat adalah kamar tidur/pangkeng. Segala kegiatan yang bersifat aktif dilakukan di bagian depan rumah, memasak, bersosialisasi, berkumpul dll. Sedangkan kegiatan yang bersifat pasif dilakukan dibagian belakang rumah, yakni tempat beristirahat agar tidak terganggu.Antara rumah satu dan lainnya saling berhadapan, hal ini bertujuan agar kegiatan sosialisasi berlangsung didepan rumah tanpa mengganggu kegiatan privat diruang belakang. Adapun bagian-bagian dari rumah di kampong naga adalah sebagai berikut:
Tepas
Tepas adalah beranda di depan setiap rumah yang ada di Kampung Naga. Dengan adanya beranda di depan setiap rumah berfungsi sebagai ruang transisi, tempat bersosialisasi dan juga merupakan tempat para wanita berkarya, yakni membuat anyaman dan tenunan. Bila siang atau sore hari para wanita dan anak-anak warga Kampung Naga berkumpul di depan beranda masing-masing untuk bersosialisasi.
Jarak antara rumah di Kampung Naga
relatif dekat, hanya berjarak sekitar 1 meter antara tepas satu dan lainnya,
hal ini merupakan salah satu penyebab terjalin eratnya silaturahmi dan
kekeluargaan antara warga satu dan lainnya, karena jarak dekat mempermudah
untuk bersosialisasi satu sama lain.
Cahaya matahari tidak langsung menerpa bagian tepas (beranda), udara di siang hari masih terasa sejuk. Udara sejuk dialirkan ke dalam rumah terutama melalui pintu dan dinding rumah yang terbuat dari bilik (anyaman bambu) yang disebut dengan anyam sasag. Sela-sela anyaman bamboo tersebut berfungsi sebagai saringan yang menjadikan sirkulasi cahaya dan udara teratur.
Selain daripada itu, penempatan tepas dan lantai tidak menempel pada permukaan tanah, hal ini bertujuan agar mencegah udara lembab dari tanah masuk ke dalam rumah.
Tengah Imah
Tengah imah adalah ruang tengah dalam rumah. Tengah imah berfungsi sebagai ruang tempat berkumpul, ruang tempat belajar anak-anak, ruang penyambutan tamu yang datang ke rumah, juga dijadikan tempat tidur anak-anak atau sanak saudara pada malam hari dikarenakan ukuran rumah yang rata-rata hanya 6 meter x 8 meter dan hanya terdiri dari 1 ruang tidur.
Berdasarkan aturan adat yang ada disana berbeda dengan pada rumah modern yang biasanya di ruang utama terdapat kursi dan meja, di Kampung Naga tidak diperbolehkan keberadaan kursi dan meja di ruang utama, atau bagian tengah imahnya dianggap tidak sopan, karena menurut mereka alangkah lebih baik antara manusia dan makanan itu tidak terpisah, ditempatkan secara sejajar, selain tujuan utamanya adalah agar lebih erat rasa kekeluargaannya.
Lantai tengah imah menggunakan kayu, memberikan kesan sejuk dan nyaman disertai dengan beberapa jendela yang menjadi pusat sirkulasi udara dan cahaya masuk ke dalam rumah pada siang hari.
Pangkeng
Pangkeng artinya ruangan tempat tidur. Di dalamnya hanya terdapat kasur dan bantal dan tidak terdapat perlengkapan lainnya. Kasur digelar diatas palupuh, yakni lantai kayu. Pangkeng biasanya secara khusus hanya diperuntukan bagi pasangan suami istri pemilik rumah tersebut, karena kebanyakan rumah di Kampung Naga hanya memiliki 1 pangkeng.
Dapur dan Goah
Dapur dan Goah merupakan area wanita. Dapur merupakan tempat dimana wanita warga kampung naga memasak dan menyiapkan hidangan sedangkan goah merupakan tempat penyimpanan beras atau gabah yang merupakan bahan pokok. Untuk meringankan pekerjaan, letak keduanya ditempatkan berdekatan.
Ukuran dapur dan goah disetiap rumah biasanya hanya berkisar 2meter x 1 meter. Area dapur tampak hitam dibagian dindingnya, hal ini dikarenakan pada umumnya warga kampong naga masih menggunakan tungku untuk kegiatan memasak dan memanaskan air, sehingga menghasilkan asap yang menjadikan dinding tampak hitam. Selain daripada itu, dikhususkan untuk area dapur tidak terdapat langit-langit, hal ini dimaksudkan untuk memperlancar sirkulasi udara sisa pembakaran tungku, serta lantai yang digunakan di area dapurpun menggunakan bambu, yang memiliki celah relatif besar antara satu dan lainnya dengan tujuan sama untuk sirkulasi.
Kolong Imah
Kolong imah berada diantara permukaan tanah dengan bagian bawah lantai rumah. Tingginya kurang lebih 60cm. kolong imah biasanya dijadikan tempat penyimpanan alat pertanian, kayu bakar, dll serta dibeberapa rumah kolong imah dijadikan sebagai kandang hewan peliharaan seperti ayam dan itik.
Selain daripada itu, dengan adanya
kolong imah, dampak buruk terhadap kesehatan akibat udara lembab yang berasal
dari permukaan tanah bisa dikurangi. Sebagai daerah dataran tinggi yang
memiliki angka curah hujan tinggi, tanah disekitar kampong naga selalu lembab.
Golodog
Golodog adalah tangga depan rumah yang terbuat dari bambu yang dibelah menjadi dua bagian, namun ada pula yang terbuat dari papan. Golodog biasanya terdiri dari satu atau dua tahapan dengan panjang masing-masing sekitar dua meter dan lebar 30-40 cm. selain berfungsi sebagai tangga masuk karena bangunan rumahnya berbentuk panggung, pada waktu tertentu golodog dijadikan tempat duduk-duduk semacam teras.
Arsitektur rumah di Kampung Naga telah memenuhi sebagian besar kriteria rumah tropis dalam suatu lingkungan tertentu dan merupakan salah satu perwujudan dari Eco-House (Rumah Ramah Lingkungan)
Sumber :
Dr. Handayani,
Sri.2009.Arsitektur & Lingkungan.Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar